Silahkan Berbagi:

Ada dua hal utama dalam pemanfaatan bahan bakar alternatif yang berasal dari minyak tumbuhan. Setidaknya ada dua modifikasi yang perlu dilakukan sebelum menggunakan bahan bahar alami (BBA) ini. Pengguna tinggal memilih modifikasi mesin dalam pengertian mengubah mesin diesel untuk mengonsumsi BBA langsung. Pilihan kedua adalah memodidikasi BBA atau modifikasi kimia.

Modifikasi pertama yang harus dilakukan pada mesin diesel agar dapat berbahan bakar straight vegetable oil (SVO) adalah pemasangan pemanas saluran bahan bakar dari tangki sampai injektor. Namun mesin perlu memiliki dua tangki bahan bakar ( satu tangki solar dan satu tangki SVO). Ketika dihidupkan menggunakan solar. Setelah beroperasi bisa dipilih antara solar atau SVO.

Cara lain menggunakan SVO adalah mengubah injektor bahan bakar agar bisa menghasilkan pola aliran berputar ( swirl ) dalam kamar pembakaran.

Berbagai peneliti kemudian melakukan modifikasi-modifikasi tambahan untuk menyempurnakan performa mesinnya. Modifikasi paling lengkap dan berhasil adalah yang dilakukan Dr. Ludwig Elsbett di Jerman pada awal tahun 1980-an.

Mesin Elsbett kini diproduksi secara komersial oleh Elsbett Co., Jerman. Performa baik mesin ini terutama telah terbukti dengan bahan bakar straight rapeseed oil (bakuan kualitas bahan bakar ini dapat diperoleh dari situs internet http://www.elsbett.com/)

Menurut Prof. Tadashi Murayama, pakar bahan bakar hayati Universitas Hokkaido, perusahaan Nippon Kokan K.K., Jepang memproduksi generator listrik berpenggerak mesin sekelas Elsbett untuk digunakan dengan bahan bakar minyak sawit (majalah Internasional News of Fats, Oils and Related Materials Vol 5 Tahun 1994, hal. 1142). Harga-harga mesin diesel termodifikasi seperti Elsbett dan Nippon K.K. Tentu saja lebih tinggi dari mesin diesel biasa yang berdaya setara.

Sejauh yang diketahui penulis, penelitian-penelitian penggunaan SVO di Indonesia (yang ramai ditonjolkan akhir-akhir ini terutama adalah minyak jarak pagar atau Jatropha curcas ) masih dalam taraf uji coba berjangka waktu pendek dalam mesin diesel biasa. Penelitian-penelitian ini tentunya perlu diteruskan ke pengujian-pengujian jangka panjang sambil mengantisipasi jika pada akhirnya keberhasilan hanya bisa dicapai lewat modifikasi canggih mesin diesel menjadi mesin tipe Elsbett atau Nippon K.K.

Biodiesel ester metil

Nah, modifikasi kimia justru paling mudah dilakukan untuk mengubah SVO menjadi bahan bakar yang berberat molekul lebih kecil, kekentalannya hampir sama dengan minyak diesel/solar, dan berangka setana besar. Jadi modifikasi kimia memudahkan pengguna mesin diesel untuk mengisikan biodiesel ester metil dalam tangkinya layaknya mengisi solar.

Melalui pengolahan yang disebut transes-terifikasi dengan alkohol-alkohol sederhana seperti metanol dan etanol, proses ini menghasilkan ester alkil asam-asam lemak (atau biodiesel ester alkil) sebagai produk utama dan gliserin sebagai produk-ikutan. Kelak gliserin yang berharga mudah dipisahkan.
Karena metanol lebih murah daripada etanol maupun alkohol-alkohol sederhana lainnya, metanol merupakan alkohol yang paling banyak digunakan dalam transesteri-fikasi dan produk utamanya adalah ester metil asam-asam lemak ( Fatty Acids Methyl Ester /FAME) atau biodiesel ester metil (BEM).

BEM adalah produk yang paling populer, sehingga biasa disebut singkat " biodiesel". Bahan bakar ini dapat langsung digunakan dalam mesin-mesin diesel biasa, baik dalam bentuk murni maupun dalam bentuk campuran dengan solar.

Biodiesel bahkan dapat dibuat dari minyak-lemah mentah. Proses transesteri-fikasi tak jauh lebih sulit dari proses deguming dan malahan bermanfaat ganda. Trigli-serida-trigliserida minyak-lemak terkonversi menjadi biodiesel(FAME), sementara fosfor tersingkir karena ikut dengan fasa gliserin yang dipisahkan pada akhir proses.

Tambahan pula, terhadap minyak lemak mentah yang berkadar asam lemak bebas tinggi dapat dilakukan terlebih dahulu proses praesterifikasi, suatu tahap pengolahan yang tidak lebih rumit dari netralissi atau pemulusan dengan kukus dan malah berdampak positif menambah volume produk biodieselnya.

Dengan sejumlah keunggulan di atas, ditambah dengan kenyataan emisi gas buang mesin berbahan bakar biodiesel (murni ataupun dicampur solar) sungguh lebih bersih dari yang berbahan bakar solar saja, membuat biodiesel menjadi bahan bakar berbasis minyak-lemak yang paling populer di seluruh dunia dan tahap penerapan komersialnya paling maju (Gerhard Knothe dkk, " The Biodiesel Handbook ", 2005)

Campuran B5 dan B10

Di banyak negara, biodiesel kini sudah diproduksi, diniagakan, dan digunakan sebagai bahan bakar mesin diesel dalam bentuk aneka campuran dengan solar, B5, B10, B20, B30, atau bahkan B100. Angka di belakang huruf B menyatakan persentase volume biodiesel dalam campuran dengan solar.

Sebagai contoh, salah satu pelopor biodiesel dunia yaitu Prof. Martin Mittelbach dari Austria (dalam " Biodiesel"The comprehensif handbook ",2004) mengungkapkan, biodiesel diniagakan dalam bentuk B 100 di Jerman, Austria dan Swedia, B30-B36 di Ceko, Spanyol, dan Prancis (untuk bus-bus kota), B20 di Amerika Serikat , serta B5 di Inggris dan Prancis (untuk penjualan umum)

Uni eropa, Amerika Serikat, dan Australia kini telah memiliki bakuan resmi persyaratan kualitas atau spesifikasi biodiesel. Aliansi industri pembuat mobil dan motor bakar sedunia, dalam World Wide Fuel Charter edisi Desember 2002, telah menyetujui penggunaan B5, dengan menyatakan solar boleh mengandung sampai 5% volume FAME asalkan biodiesel yang dicampurkan dalam solar tersebut memenuhi standar mutu yang berlaku.

Dengan mengacu kepada standar-standar tersebut serta mempertimbangkan kekayaan hayati tanah air kita, Forum Biodiesel Indonesia (FBI) telah menyiapkan Standar Tentatif Biodiesel Indonesia serta telah pula mengajukannya kepada pemerintah untuk mendapat pengesahan sebagai Standar Resmi (Official Standard) Biodiesel Indonesia. Para anggota FBI pun kini giat melakukan pengembangan produksi diesel dari berbagai sumber daya minyak-lemak nabati yang merupakan khazanah kekayaan alam dalam negeri.

Pertimbangan keekonomian menunjukan, biodiesel sebaiknya memasuki pasar bahan bakar dalam negeri dalam bentuk campuran dengan solar pada tingkat B5 atau B10. Pada tingkat harga solar Rp. 2.100,00/liter yang berlaku sekarang ini, B10 diperkirakan akan berharga Rp. 2.250,00 sampai dengan Rp 2.500,00/liter.

Harga yang sedikit lebih tinggi ini akan dapat dibenarkan/diterima konsumen, mengingat B 10 adalah bahan bakar yang bermutu pembakaran lebih baik dan berkualitas emisi lebih bersih daripada solar murni. Pertamax juga berharga lebih tinggi dari bensin dari bensin premium karena kualitasnya memang lebih baik.

Dengan cara penetrasi pasar dalam bentuk B5 atau B10 ini, biodiesel produksi dalam negeri bisa secara berangsur menyubsitusi solar impor, yang volumen impornya kini telah mencapai 30 % dari kebutuhan nasional. Cepat atau lambatnya substitusi tersebut tentu saja akan sangat bergantung kepada tingkat kebijakan pemerintah.

Para anggota FBI sampai sekarang telah membuktikan perfoma memuaskan B5 dan B10 melalui bermacam uji coba berjangka waktu panjang. Beberapa roadshow berjarak ribuan kilometer dan pemakaian rutin pada kendaraan masing-masing (hampir dua tahun dengan total jarak tempuh kendaraan mencapai puluhan ribu kilometer)

Tatang H. Soeradjaja
Staf Pengajar Departemen Teknik kimia dan Kepala Pusat Penelitian Pendayagunaan Sumberdaya Alam dan Pelestarian Lingkungan ITB;
Ketua Forum Biodiesel Indonesia.
(PR 14 Juli 2005, Subbid. Promosi Karya Ilmiah Jaip LIPI)

{moscomment}